Would You Be So Happy??

Pernahkah kau merasa sangat bahagia...?
Sangat bahagia...hingga kau bisa merasakannya dipermukaan kulitmu
Dan saat kau berjalan...kau tak mampu menahan diri untuk berjingkrak-jingkrak
Berlari-lari kecil seperti anak kecil dengan senyum tersimpul lebar

Sangat bahagia...sampai kau tak bisa merasakan hal lain selain itu
Seperti tubuh dan jiwamu disinari cahaya yang sangat terang dan menyilaukan mata
Kau berlari...dengan semangat yang membara, tapi jiwamu begitu damai...dan begitu tenang

Hingga rasanya tak sanggup kau merasakan kebahagiaan itu sendiri
Ingin rasanya membagi kebahagiaan itu pada setiap orang yang kau jumpai


Ingin kau berteriak dan berkata "AKU SANGAT BAHAGIA!!"
Ingin setiap orang mendengarkannya lalu ikut tersenyum merasakan kebahagiaan itu...


Tapi seketika kaupun sadar...
Tak ada seorang pun...
Yang mendengar teriakan bahagiamu...
Tak ada seorang pun...
Yang mendengar merdunya suara jiwamu saat itu...
Atau bahkan melihat kearahmu...
Tak ada...semuanya berpaling tak perduli!!




Semukah itu semua?
Kelukah lidah mereka?
Butakah mata mereka?


Kau terus bertanya-tanya...
Begitu lama...hingga jawaban itu tak kunjung datang...
Begitu lama...hingga kebahagiaan itupun habis...tertelan waktu yang terasa hampa...


Bergelinanglah air mata kesepian di danau jiwamu...
Menyapa kegelapan malam yang bisu menemani...

Posted on 9:46 AM by Me VS Myself and filed under | 1 Comments »

Kekasihku (1st Year)

Kekasihku itu...begitu adanya, mengurai kebahagiaan dalam cintaku, mengenalku dengan kesabaran yang diperjuangkannya, lalu hadir dengan senyumnya yang abadi...dalam hati...untuk hati.

Kekasihku itu...bukanlah orang biasa, tak juga sempurna, namun dalam jiwanyalah jiwaku memuja, dan dalam damainya dapat kuhentikan kesedihan...

Kekasihku itu...wujud sebuah ketenangan, namun bergejolak!! aku bukanlah aku...bila detak jantungnya tak mengiringi langkahku... keberadaannya adalah sebuah arti, yang dalam sedalam hatinya...lautan rahasia yang paling dalam. yang membangkitkanku dari kegelisahan, saat aku muak dengan pengkhianatan.

Kekasihku itu...begitu adanya, tapi katakanlah padaku...bila sejuta shakespeare atau seribu gibran dengan seluruh puisinya ingin menggambarkan kekasihku... maka aku dengan bangga dan dengan keangkuhanku mengatakan, mereka takkan mampu!!





1st year of us -GIELUPHKIN-
Luph u Kin...
Thx
Posted on 6:36 AM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

"Seperti Bintang...dan Suara"

Dan bintang-bintang pun bertanya padaku
Yang kini enggan menatapnya,
Selimut awan selalu ada
Seperti tirai kepilauan jiwa...

  Rasa... dan segumpal cahaya
  Dingin menutup hati
  Sampai langit perak hadir
  Dengan keberanian pemberian samudera,

Aku akan terus redup
Di antara dua warna pengasihan
Abu-abu... dan tetap kelabu!

  Lalu di masanya paradigma terhenti
  Untuk bersahaja dan berkelana
  Aku kembali gelap...

Aku... semakin tak terbaca
Semakin tak terungkapkan

  Bagai bintang-bintang yang lelah
  Dengan keberadaannya
  Sebagai topeng abadi
  Untuk pengantar cahaya yang angkuh...

Tiada jawaban... dari tanyamu,
Satu yang membawaku ke dalam
Ruang kosong peristirahatan batin,
Hanya suara... hanya suara!
Posted on 6:19 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

"Always Be"

Selalu ada bersama bayangan
Di tepi garis-garis hujan
Jatuh dalam kekeringan...

  Menghantam bumi yang keras
  Kini kerap tak bersuara
  Bergeming bersama gerimis
  Dan tangis sang pelangi,

Tercurah hempasan suara hati
Tentang titik-titik air
Yang kian membasahi waktu
Lalu hilang seiring musim,
Beranjak dari khayalan sang merpati...

  Tahukah bintang...?
  Saat bumi basah bersama
  Tubuh-tubuh para pejuang
  Yang berdarah dan terkapar
  Dalam pertarungan hidup
  Dan kegelisahan atas kenyataan...

Selalu ada... detik-detik transparan
Terisak di balik cadar kejujuran
Lumpuh jiwa dalam kebodohan...
Posted on 6:17 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

"Lonely Voices"

Kosong... sunyi... asing... lelah... sendiri...
Mencar-cari di setiap sudut mimpi,
Hati ini hampir mati
Mungkin ini kenyataan... aku tak tahu
Mungkin ini yang ku mau...
Aku juga tak tahu..

  Bahkan kesedihan... pun bersembunyi
  Dalam sekat-sekat malam
  Dan tak seorang pun tahu

Bukan sakit... bukan luka,
Hampa... aku dalam sepenggal puisi
Yang setiap baitnya aku merintih 
Dalam jeritan-jeritan bisu...

  Harapan... gelap... begitu tenang
  Terapung di sungai embun yang membeku
  Lalu mati dalam kesadaran!
Posted on 6:11 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

"Setumpuk Emosi"

Butir-butir pasir beterbangan di gurun pasir
Jatuh dalam genggaman tangan
Anak manusia...

  Disini... aku melihat
  Betapa cinta bisa merubah segalanya...

Terikat tali takdir panjang
Yang saling bertautan,

  Di antaranya ada warna warni kehidupan
  Tenggelam dalam sudut pandang
  Yang lalu mengikis semua logika
  Yang ada...

Bagaimana kita bisa bertanya 
Pada pasir yang beterbangan?
Tiap butirnya memenuhi hati
Terurai dalam seribu belaian makna,
Yang kita cerna, kita hirup, kita nikmati
Dalam arus waktu yang paradoks...

  Berbahagialah!
  Berhentilah mencari sesuatu
  Yang selalu ada dalam dirimu...

Jiwa manusia hanyalah setumpuk emosi
Yang menanti datangnya sebuah pengakuan,
Dan cinta hanya bagian kecil
Dari tumpukan emosi itu...
Kekosonganlah yang jadi wadahnya.
Posted on 6:55 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

"Untuk Masa Lalu"

Sampai saat ini 
Kita masih duduk terdiam
Di beranda peristirahatan masa lalu,

  Bertanya-tanya pada kelamnya waktu
  Tentang tujuan hidup...

Disana kita masih tertawa
Berjalan dengan langkah kita yang ringan
Menyusuri hutan-hutan impian
Tempat kita berdua merajut mimpi...

  Mimpi yang rapuh,
  Mimpi yang suatu saat... di masa depan
  Hanya jadi buku-buku usang
  Dan tak seorang pun puas membacanya

Disini... aku masih hidup
Masih dengan pertanyaan yang sama
Yang kita ajukan pada kelamnya waktu,
Namun hanya satu yang berubah....
Kini aku tak peduli!

  Biarlah kebohongan yang menjawabnya!
  Biarlah ketidakadilan yang menjelaskannya!

Pada sang hujan,
Saat ketiadaannya menemaniku menangis...
Dan pada sang kemarau,
Saat kepalsuannya menghampiriku dengan kehancuran,

  Beranda masa lalu kita,
  Hanya ruang kosong dalam hati kita 
  Yang luas tak bertepi... 
  Saat ini...
Posted on 6:51 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

“SOMETHING IN ME”


Sampailah aku pada satu momen
Ekstase... ilusi... meresahkan
Kelap-kelip lentera dalam mimpi
Tak hanya sementara
Datang bersama bisikan pasir
 
  Lalu aku jatuh... melayang daun yang rapuh
  Mengapung di samudera hijau
  Sebelum mengering dan ombak pun jenuh...

Saat hancur... dia berpaling
Dengan begitu aku lemah
Dalam senyum yang tertinggal
Betapa jernihnya... setiap genangan
Yang terlewati, saksi dari tertatihnya hari...

  Kembali... aku khayalan
  Temeram belaian sang perawan
  Segelintir pesan lewat ciuman
  Bukan hanya sesuatu yang
  Tenggelam... dan menghilang

Singkatnya... hati ini aku
Di dera badai kegagalan 
Sampai bulan pun tak berawan
Sungguh... jejakku rancu
Tiada pembalasan akan rindu
Namun cinta tak sebenarnya palsu...

  Hari itu panjang tak terbalas
  Seperti memberi satu senja padaku...
  Dan takkan pernah leka
  Dalam detik-detik ekstase dan ilusi...


Posted on 6:49 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

"Aku Tetaplah Aku"

Entah siapa yang pergi
Hari ini... aku tak peduli
Kenyataan takkan pernah mengejar
Meski ku berlari... atau berpaling muka
Semuanya tetap terjadi!

  Entah siapa yang kembali
  Hari ini... aku tak peduli
  Kerinduan hanya bagian dari kesadaran
  Memeluk lalu membunuhku
  Semuanya sama saja!

Dan siapapun itu... aku tetaplah aku!
Bukan yang datang... bukan yang pergi...
Bukan pula yang kembali!

Aku yang bergerak melayang
Di helai daun waktu yang transparan
Membuka tirai kehidupan
Dalam keheningan
Lalu ku tutup dengan kematian...
Posted on 6:45 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

“PRICEFUL LONELINESS”

Serasa memang kesepian ini
Jadi satu dalam selimut hati
Tertutup dari kebekuan jiwa
Dan letih-letih pengharapan

  Yang tak pernah sekalipun berkata
  Atau meraba... rasa-rasa yang 
Membekas dan menyesakkan
  Menusuk... lalu sekejap
  Setiap manusia kan kalah dari 
Perasaan-perasaan itu!

Lalu terjatuh... tersungkur
Di belantara penyesalan dan tersesat
Hitam dalam kekosongan
Putih dalam kegelisahan
Abu-abu dalam kerinduan...

  Serasa memang kesepian ini
  Jadi satu yang tak pernah dimengerti
  Menutup diri... lalu sejenak
  Hadir dan menyajikan kisah-kisah
  Penuh luka... perih namun memuakkan

Seandainya satu detik hadir 
Dengan keberadaan yang utuh 
Ditaburi sekelumit rasa
Yang bagai petir menghancurkan
Sepi-sepi di penghujung malam
Maka jadilah kesepian ini
Sesuatu yang sangat berharga
Dan bukan untuk dilepaskan...



Posted on 6:40 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

untitled_02

Dihujat masa seribu waktu
Di malam-malam tak berbulan
Atau mungkin tertutup awan-awan kebisingan
Gerimis-gerimis air langit
Diantara wajah-wajah yang bertopeng
Dan menantang maut

  Garis putih melintang... terlintas
  Melukis kekosongan dunia dan lautan
  Cermin-cermin pun retak
  Dua jiwa terpisah dalam keterangsingan
  Yang abadi...

Mimpi jadi batu
Dibasahi sungai-sungai air mata
Lisan berkata “Aku adalah Aku”
Lalu menangis membisu
Menerawang jauh ke alam senja

  Kenyataan jadi petir
  Membakar awan mendung
  Di ujung pelangi, lalu bertanya
  “Siapa yang melahirkan aku?”

Dikenang zaman sejuta akar
Dalam hutan-hutan mimpi
Kini tandus meratap samudera
Yang selalu hilang saat bulan merayunya
Hatinya luka...

  Terkikis peluh malaikat pendosa
  Yang datang karena cinta
  Lalu pergi karena cinta...



Posted on 6:36 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

Rumi...oh...Rumi

Mawlana Jalaludin Rumi
Oleh Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
( Grandson of Mawlana Rumi )

“Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan, Saya mencintainya dan Saya mengaguminya, Saya memilih jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia adalah orang yang Saya cintai, dia begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna. Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan dia dan mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya.
( Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Nazhim Adil
al-Haqqani - Cucu dari Mawlana Rumi, Lefke, Cyprus
Turki, September 1998)

Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorang tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah thariqat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Thariqat Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman sekitar tahun l648.
Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indera dalam menentukan kebenaran. Di zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit itu. Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh indera dan akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengan cepat mereka ingkari dan tidak diakui.
Padahal menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan Iman kepada sesuatu yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat mata, yang diajarkan berbagai syariat dan beragam agama samawi, bisa menjadi goyah.
Rumi mengatakan, “Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat keagamaan adalah gagasan yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan para budak yang tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya termasuk Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya.”
Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya dengan mata kepala atau belum pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah penyembuhan yang terkandung dalam obat. “Padahal, yang lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.

PENGARUH TABRIZ

Fariduddin Attar, salah seorang ulama dan tokoh sufi, ketika berjumpa dengan Rumi yang baru berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin Attar itu tidak meleset.
Rumi, Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207. Mawlana Rumi menyandang nama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma).
Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar bermadzhab Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari Sulthanul Ulama. Namun rupanya gelar itu menimbulkan rasa iri pada sebagian ulama lain. Dan mereka pun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya. Ketika itu Rumi baru berusia lima tahun. Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari suatu negara ke negara lain. Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.
Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu. Beliau baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut mengajar di perguruan tersebut.
Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, beliau juga menjadi da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu banyak tokoh ulama yang berkumpul di Konya. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul para ulama dari berbagai penjuru dunia.
Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika beliau sudah berumur cukup tua, 48 tahun. Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang punya murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana seorang ulama, beliau juga memberi fatwa dan tumpuan ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika beliau berjumpa dengan seorang sufi pengelana, Syamsuddin alias Syamsi dari kota Tabriz.
Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak yang menanyakan sesuatu kepadanya. Tiba-tiba seorang lelaki asing–yakni Syamsi Tabriz–ikut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat pada sasarannya. Beliau tidak mampu menjawab. Akhirnya Rumi berkenalan dengan Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, beliau mulai kagum kepada Tabriz yang ternyata seorang sufi.


Sultan Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu melihat kandungan ilmu yang tiada taranya.”
Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan mengembangkan emosinya, sehingga beliau menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, beliau tulis syair-syair, yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams Tabriz. Beliau bukukan pula wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat Syams Tabriz.
Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syaikh Hisamuddin Hasan bin Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, selama 15 tahun terakhir masa hidupnya beliau berhasil menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan yang diberi nama Masnavi. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain. Bahkan Masnavi sering disebut Qur’an Persia. Karya tulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak empat baris dengan jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang metafisika), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau pengikutnya).
Bersama Syaikh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan Thariqat Maulawiyah atau Jalaliyah. Thariqat ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (para Darwisy yang berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut thariqat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase.

WAFATNYA MAWLANA RUMI

Semua manusia tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada Rumi. Penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, karena mendengar kabar bahwa tokoh panutan mereka, Rumi, tengah menderita sakit keras. Meskipun demikian, pikiran Rumi masih menampakkan kejernihannya.
Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan, “Semoga Allah berkenan memberi ketenangan kepadamudengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akanbermakna baik. Tapi kematian ada juga yang kafir dan pahit.”
Pada tanggal 5 Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember 1273 dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke Rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desakan ingin mengantarkan kepulangannya. Malam wafatnya beliau dikenal sebagai Sebul Arus (Malam Penyatuan). Sampai sekarang para pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati tanggal itu sebagai hari wafatnya beliau.

“SAMA”, Tarian Darwis yang Berputar

Suatu saat Rumi tengah tenggelam dalam kemabukannya dalam tarian “Sama” ketika itu seorang sahabatnya memainkan biola dan ney (seruling), beliau mengatakan, “Seperti juga ketika salat kita berbicara dengan Tuhan, maka dalam keadaan extase para darwis juga berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik Sama yang merupakan bagian salawat atas baginda Nabi Sallallahu alaihi wasalam adalah merupakan wujud music cinta demi cinta Nabi saw dan pengetahuanNya.
Rumi mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi dalam Musik dan Sama, dimana musik merupakan gerbang menuju keabadian dan Sama adalah seperti electron yang mengelilingi intinya bertawaf menuju sang Maha Pencipta. Semasa Rumi hidup tarian “Sama” sering dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas solat Isa sering melakukan tarian sama dijalan-jalan kota Konya.
Terdapat beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji Sama dan perasaan harmonis alami yang muncul dari tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi, Rumi menuliskan puisi tentang kefanaan dalam Sama, “ketika gendang ditabuh seketika itu perasaan extase merasuk bagai buih-buih yang meleleh dari debur ombak laut”.
Tarian Sakral Sama dari tariqah Mevlevi Haqqani atau Tariqah Mawlawiyah ini masih dilakukan saat ini di Lefke, Cyprus Turki dibawah bimbingan Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani. Ajaran Sufi Mawlana Syaikh Nazim dan mawlana Syaikh Hisyam juga merambah keberbagai kota di Amerika maupun Eropa, sehingga tarian Whirling Dervishes ini juga dilakukan di banyak kota-kota di Amerika, Eropa dan Asia di bawah bimbingan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani.
Tarian Sama ini sebagai tiruan dari keteraturan alam raya yang diungkap melalui perputaran planet-planet. Perayaan Sama dari tariqah Mevlevi dilakukan dalam situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan khusus pada abad ke tujuh belas. Perayaan ini untuk menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang Rumi dambakan dan ia lukisakna dalam istilah-istilah yang menyenangkan.
Para Anggota Tariqah Mevlevi sekarang belajar menarikan tarian ini dengan bimbingan Mursyidnya. Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan seorang peniup suling yang memainkan Ney, seruling kayu. Para penari masuk mengenakan pakaian putih yang sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar sebagai symbol alam kubur dan topi panjang merah atau abu-abu yang menandakan batu nisan.
Akhirnya seorang Syaikh masuk paling akhir dan menghormat para Darwish lainnya. Mereka kemudian balas menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet merah menyala yang menyimbolkan matahari senja merah tua yang mengacu pada keindahan langit senja sewaktu Rumi wafat. Syaikh mulai bersalawat untuk Rasulullah saw yang ditulis oleh Rumi disertai iringan musik, gendang, marawis dan seruling ney.
Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran ketiga Syaikh kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”, kelahiran kedua.

Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari.Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri danalunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan musik penutup danpembacaan ayat suci Al-Quran.
Rombongan Penari Darwis, secara teratur menampilkan Sama di auditorium umum di Eropa dan Amerika Serikat. Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan terasa lambat tetapi para pemirsa mengatakan penampilan ini sangat magis dan menawan. Kedalaman konsentrasi, atau perasaan dzawq dan ketulusan para darwis menjadikan gerakan mereka begitu menghipnotis. Pada akhir penampilan para hadirin diminta untuk tidak bertepuk tangan karena “Sama” adalah sebuah ritual spiritual bukan sebuah pertunjukan seni.
Pada abad ke 17, Tariqah Mevlevi atau Mawlawiyah dikendalikan oleh kerajaan Utsmaniyah. Meskipun Tariqah Mawlawiyah kehilangan sebagian besar kebebasannya ketika berada dibawah dominasi Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja menungkinkan Tariqah Mawlawi menyebar luas keberbagai daerah dan memperkenalkan kepada banyak orang tentang tatanan musik dan tradisi puisi yang unik dan indah. Pada Abad ke 18, Salim III seorang Sultan Utsmaniyah menjadi anggota Tariqah Mawlawiyah dan kemudian dia menciptakan musik untuk upacara-upacara Mawlawi.
Selama abad ke 19 , Mawlawiyah merupakan salah satu dari sekitar Sembilan belas aliran sufi di Turtki dan sekitar tigapuluh lima kelompok semacam itu dikerajaan Utsmaniyah. Karena perlindungan dari raja mereka, Mawlawi menjadi kelompok yang paling berpengarh diseluruh kerajaan dan prestasi cultural mereka dianggap sangat murni. Kelompok itu menjadi terkenal di barat., Di Eropa dan Amerika pertunjukkan keliling mereka menyita perhatian public. Selama abad 19, sebuah panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki menarik perhatian banyak kelompok wisatawan Eropa yang datang ke Turki.
Pada tahun 1925, Tariqah Mawlawi dipaksa membubarkan diri ditanah kelahiran mereka Turki, setelah Kemal Ataturk pendiri modernisasi Turki melarang semua kelompok darwis lengkap dengan upacara serta pertunjukkan mereka. Pada saat itu makam Rumi di Konya diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum Negara.
Motivasi utama Atatutrk adalah memutuskan hubungan Turki dengan masa pertengahan guna mengintegrasikan Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala barat. Bagi Ataturk tariqah sufi menjadi ancaman bagi modernisasi Turki. Pada saat itulah Syaikh Nazim ق mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama Islam di Siprus, Turki.






Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani

Banyak murid yang mendatangi Mawlana Syaikh Nazim dan menerima Thariqat Naqsybandi Haqqani. Selain itu beliau adalah pemegang otoritas Mursyid tujuh Tariqah Sufi besar lainnya, termasuk Mevlevi Haqqani atau Mawlawiyah, Qodiriah, Syadziliyah, Chisty. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan karena beliau berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus, agama pun dilarang di sana. Bahkan mengumandangkan azan pun tak diperbolehkan.
Langkah Syaikh Nazim yang pertama ketika itu adalah menuju masjid di tempat kelahirannya dan mengumandangkan azan di sana, segera beliau dimasukkan penjara selama seminggu. Begitu dibebaskan, Syaikh Nazim ق pergi menuju masjid besar di Nikosia dan melakukan azan di menaranya. Hal itu membuat para pejabat marah dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum.
Sambil menunggu sidang, Syaikh Nazim ق terus mengumandangkan azan di menara-menara masjid di seluruh Nikosia. Sehingga tuntutannya pun terus bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau. Pengacara menasihati beliau agar berhenti melakukan azan, namun Syaikh Nazim ق mengatakan, “ Tidak, aku tidak bisa mengehntikannya. Orang-orang harus mendengar panggilan azan untuk shalat.”
Ketika hari persidangan tiba, Mawlana Syaikh Nazim didakwa atas 114 kasus mngumandangkan azan diseluruh Cyprus. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, maka beliau bisa dihukum 100 tahun penjara. Tetapi pada hari yang sama hasil pemilu diumumkan di Turki. Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan untuk berkuasa. Langkah pertamanya ketika terpilih menjadi Presiden adalah membuka seluruh masjid-masjid dan mengizinkan azan dikumandangkan dalam bahasa Arab. Inilah keajaiban yang diberikan Allah swt kepada Mawlana Syaikh Nazim.

Hingga saat ini makam Rumi di Konya tetap terpelihara dan dikelola oleh pemerintah Turki sebagai tempat wisata. Meskipun demikian pengunjung yang dating kesana yang terbanyak adalah para peziarah dan bukan wisatawan. Melalui sebuah kesepakatan pemerintah Turki, pada tahun 1953 akhirnya menyetujui tarian“Sama” Tariqah Mawlawi dipeertontonkan lagi di Konya dengan syarat pertunjukan tersebut bersifat cultural untuk para wisatawan.
Rombongan Darwis juga diijinkan untuk berkelana secara Internasional. Meskipun demikian secara keseluruhan berbagai aspek sufisme tetap menjadi praktek yang illegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak Ataturk melarang agama mereka.







Wa min Allah at Tawfiq

Maulana Jalaluddin Rumi, Menari di Depan Tuhan“AKAN tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak, dan makam kita tegak di jantung kota. Gelombang demi gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita, menggemakan ucapan-ucapan kita.”
Itulah ucapan Jalaluddin Rumi pada putranya, Sultan Walad, di suatu pagi. Dan waktu kemudian berlayar, melintasi tahun dan abad. Konya seakan terlelap dalam debu sejarah. “Tetapi, kota Anatolia Tengah ini tetap berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan Rumi,” tulis Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik Rumi.
Kenyataannya memang demikian. Lebih dari 7 abad, Rumi bak bayangan yang abadi mengawal Konya, terutama untuk pada pengikutnya, the whirling dervishes, para darwis yang menari. Setiap tahun, dari tanggal 2-17 Desember, jutaan peziarah menyemut menuju Konya. Dari delapan penjuru angin mereka berarak untuk memperingati kematian Rumi, 727 tahun silam.
Siapakah sesungguhnya makhluk ini, yang telah menegakkan sebuah pilar di tengah khazanah keagamaan Islam dan silang sengketa paham? “Dialah penyair mistik terbesar sepanjang zaman,” kata orientalis Inggris Reynold A Nicholson. “Ia bukan nabi, tetapi ia mampu menulis kitab suci,” seru Jami, penyair Persia Klasik, tentang karya Rumi,Matsnawi.
Gandhi pernah mengutip kata-katanya. Rembrandt mengabadikannya dikanvas, Muhammad Iqbal, filsuf dan penyair Pakistan, sekali waktu pernah berdendang, “Maulana mengubah tanah menjadi madu…. Aku mabuk oleh anggurnya; aku hidup dari napasnya.” Bahkan, Paus Yohanes XXIII, pada 1958 menuliskan pesan khusus: “Atas nama dunia Katolik, saya menundukkan kepala penuh hormat mengenang Rumi.”

Besar dalam kembara
Jalaluddin dilahirkan 30 September 1207 di Balkh, kini wilayah Afganistan. Ia Putra Bahauddin Walad, ulama dan mistikus termasyhur, yang diusir dari kota Balkh tatkala ia berumur 12 tahun. Pengusiran itu buntut perbedaan pendapat antara Sultan dan Walad.
Keluarga ini kemudian tinggal di Aleppo (Damaskus), dan di situ kebeliaan Jalaluddin diisi oleh guru-guru bahasa Arab yang tersohor. Tak lama di Damakus, keluarga ini pindah ke Laranda, kota di Anatolia Tengah, atas permintaan Sultan Seljuk Alauddin Kaykobad.
Konon, Kaykobad membujuk dalam sebuah surat kepada Walad, “Kendati saya tak pernah menundukkan kepala kepada seorang pun, saya siap menjadi pelayan dan pengikut setia Anda.” Di kota ini ibu Jalaluddin, Mu’min Khatum, meninggal dunia. Tak lama kemudian, dalam usia 18 tahun, Jalaluddin menikah. 1226, putra pertama Jalaluddin, Sultan Walad, lahir. Setahun kemudian, keluarga ini pindah ke Konya, 100 Km dari Laranda. Di sini, Bahauddin Walad mengajar di madrasah. 1229, anak kedua Jalaluddin, Alauddin, lahir. Dua tahun kemudian, dalam usia 82 tahun, Bahaudin Walad meninggal dunia.

Era baru pun dialami Jalaluddin. Dia menggantikan Walad, dan mengajarkan ilmu-ilmu ketuhanan tradisional, tanpa menyentuh mistik. Setahun setelah kematian ayahnya, suatu pagi, madrasahnya kedatangan tamu, Burhannuddin Muhaqiq, yang ternyata murid terkasih Walad. Dan ketika menyadari sang guru telah tiada, Muhaqiq mewariskan ilmunya pada Jalaluddin. Burhanuddin pun menggembleng muridnya dengan latihan tasawuf yang telah dimatangkan selama 4 abad terakhir oleh para sufi, dan beberapa kali meminta dia ke Damakus untuk menambah lmu. 8 tahun menggembleng, 1240, Burhanuddin kembali ke Kayseri. Jalaluddin Rumi pun menggembleng diri sendiri.

Cinta adalah menari
Tahun 1244, saat berusia 37 tahun, Jalaluddin sudah berada di atas semua ulama di Konya. Ilmu yang dia timba dari kitab-kitab Persia, Arab, Turki, Yunani dan Ibrani, membuat dia nyaris ensiklopedis. Gelar Maulana Rumi (Guru bangsa Rum) pun dia raih. Tapi, di sebuah senja Oktober, sehabis pulang dari madrasah, seseorang yang tak dia kenal, menjegat langkahnya, dan menanyakan satu hal. Mendengar pertanyaan itu, Rumi langsung pingsan!
Sebuah riwayat mengatakan, orang tak dikenal itu bertanya, “Siapa yang lebih agung, Muhammad Rasulullah yang berdoa, ‘Kami tak mengenal-Mu seperti seharusnya’ atau seorang sufi Persia, Bayazid Bisthami yang berkata, ‘Subhani, mahasuci diriku, betapa agungnya kekuasaanku’. Pertanyaan mistikus Syamsuddin Tabriz itu mengubah hidup Rumi. Dia kemudian tak lagi terpisahkan dari Syams. Dan di bawah pengaruh Syams, ia menjalani periode mistik yang nyala, penuh gairah, tanpa batas, dan kini, mulai menyukai musik. Mereka menghabiskan hari bersama-sama, dan menurut riwayat, selama berbulan-bulan mereka dapat bertahan hidup tanpa kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, khusuk menuju Cinta Ilahiah.
Tapi hal ini tak lama. Kecemburuan warga Konya, membuat Syams pergi. Dan saat Syams kembali, warga membunuhnya. Rumi kehilangan, kehilangan terbesar yang dia gambarkan seperti kehidupan kehilangan mentari.
Tapi, suatu pagi, seorang pandai besi membuat Jalaluddin menari. Pukulan penempa besi itu, Shalahuddin, membuat dia ekstase, dan tanpa sadar mengucapkan puisi-puisi mistis, yang berisi ketakjuban pada pengalaman syatahat. Rumi pun kemudian bersabahat dengan Shalahuddin, yang kemudian menggantikan posisi Syams. Dan era menari pun dimulai Rumi, menari sambil memadahkan syair-syair cinta Ilahi. “Tarian para darwis itulah yang kemudian menjadi semacam bentuk ratapan Rumi atas kehilangan Syams,” jelas Talat.
Sampai meninggalnya, 17 Desember 1273, Rumi tak pernah berhenti menari, kerana dia tak pernah berhenti mencintai Allah. Tarian itu juga yang membuat peringkatnya dalam inisiasi sufi berubah dari yang mencintai jadi yang dicintai.



Posted on 6:27 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

Dear, Dad...

April yang menyedihkan... April yang menghilangkan...

Sesuatu begitu cepat... April yang entah apa maknanya...

April yang penuh pertanyaan... April yang datang bersama kesedihan...

April yang berteman kesendirian... April yang bermusuhkan takdir...

April yang entah apa nasib selanjutnya... April yang mungkin sama saja dengan

Bulan bulan lainnya...

Kesombongan telah terpukul telak!

Yang tersisa hanya ruang-ruang kosong dan tertutup


Selamat tinggal wahai orang yang sabar...

Aku tak tahu apakah aku mampu meneruskan jejak langkahmu!


Masa ini... dipenuhi angin samar-samar...

Semuanya serba kelabu, tidak jelas!

Kadang aku hitam, kadang aku putih

Kadang aku abu-abu... ketegasan dan keadilan

Hanya menjadi mimpi di siang bolong

Posted on 2:15 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

untitled_01

Mimpi-mimpi malam jadi

Celah-celah sempit

Batas antara kenyataan

Dan kegelisahan hati

Yang tak pernah sampai

Pada waktunya,

Pada detik-detik gundah dan luka

Dari langkah-langkah tak bermakna...

Bayang-bayang itu rapuh,

Percuma... bila diteruskan

Hancur... bila dipaksakan

Selayaknya tawa yang penuh kepalsuan!

Dan kerinduan yang hangus

Terbakar kebencian

Pun jadi tak berarti

Dihadapan kehampaan

Dibelaian mimpi-mimpi kosong...

Bagaimana bila... celah-celah itu terbuka

Mengulurkan sepi pada angin

Yang menyapa...?

Bagaimana rasa itu terkurung... atau hilang

Sementara kenangan tetap bergelora,

Seperti awan yang tak pernah jemu

Menanti bintang-bintang malam?

Apapun itu...

Sampaikan pada nafas

Yang pergi meninggalkan,

Bahwa aku gelisah pada kenyataan

Posted on 2:12 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

“A CONFESSION AT THE END OF FEBRUARY”

Meringkuk dan meratap dalam kesepian
Melawan hari-hari dengan kebencian
Aku hanya bisa seperti hitam-hitam kelam
Dari mimpi yang tak pernah hadir!

  Hatiku merenungi dendam
  Yang entah kenapa hanya datang padaku

  Melewati jaring-jaring kerinduanku
  Membusuk dengan ketiadaan...

Secerah apapun dunia
Aku tetap gemetar kedinginan
Menyusuri hutan masa lalu
Dan di rimbanya aku tersesat
 
  Seluas apapun dunia
  Aku tetap terhimpit dan tercekik
  Melawan kepalsuan masa kini 
  Dan ditengah kesendirian aku terluka...

Abu-abu kejujuran
Menjadi hitam-hitam kepahitan!
Sesungguhnya aku tak pernah ada
Walau cinta kuanggap ada
Sebenarnya cinta tak pernah ada
Karena aku ditiadakan....

  Dalam sejuta kehadiran 
  Dan sisa-sisa nafas keangkuhan…
  Kerinduan juga ketidakpastian akan selalu melukaiku!
   




  Februari 2007



Posted on 12:19 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

Waktu berlalu dengan kejamnya
Membiarkanku terpaku dalam warnanya
Menghempas abu sepenggal asa
Tentang derita yang terus berkelana

Dalam belantara kepasrahan hati
Jiwa tersesat menuju tirani
Kesendirian menjadi suatu arti
Di antara yang membenciku
Dan memelukku tanpa arti

Semuanya sama...
Di rimbun-rimbun paradigma-ku
Mengais-ngais tanah pengkhianatan
Mencari senyumku yang lama hilang




Posted on 12:11 PM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

Slept Away


Tak ada yang tersisa,
Suara-suara itu melebur
Bersama ingatan malam
Ditelan mimpi sang penunggu zaman ...

  Tak ada lagi gambaran
  Gerak-gerak mata seperti kuas
  Melukis dosa... dan dosa
  Di kanvas waktu ...,
  Perputaran bumi ...

Tak ada satupun jejak
Hangat, dingin di pasir perjuangan
Getarkan tanah pengorbanan
Melompat-lompat di bumi yang retak!

  Tak ada ...
  Untuk malam ini... tak ada
  Hanya desahan-desahan 
  Yang saling berbisik
   
Gelap ...
Selimuti jasad layu
Jiwa ...
Menggantikan pikiran yang lelah untuk berkelana,

  Sadar... hilang...
  Tak ada... sudah tak ada...
  Nyawa... bersatu dengan penat...
  Berlalu... terus berlalu
  Sendiri... tanpa keadaran...




Posted on 11:16 AM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

Never Say The Words

Begitu lama hati ini tenggelam,
Tenggelam dalam rasa yang terpendam,
Ungkapan-ungkapan jadi beku
Kata-kata pun kelu ...

  Begitu aku coba,
  Begitu aku terluka!
  Sama saja!
  Dia tetap ... 
  Bagai tak ada dan meniadakan aku

Suatu hari ...
Sorot mata itu akan berubah
Bukan lagi kesedihan, atau kesendirian
Tapi kematian!
Bukankah semuanya akan seperti itu!?

  Galau! Galau! Galau!
  Sungguh tak adil
  Bila kau harap aku tahu
  Semua keinginan itu!
  Begitu pun hati ini 
  Keadilan enggan menyentuhnya ...

Memang, tak ada suatu ungkapan
Atau sekalipun gambaran... tentang kebenaran
Tapi, bukan berarti semua harus sirna!
   
  Sedetik demi semusim,
  Semusim demi satu zaman,
  Kebenaran tentang hati
  Tak akan berubah,
  Meski kelak... semua hukuman datang
  Lalu dia tenggelam... dan semakin dalam





  Desember 2006



Posted on 11:08 AM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »

Anythin' but give up...

“ANYTHING BUT GIVE UP”


Saat orang-orang mengalihkan pandangan
Saat semuanya seolah tak terlihat
Aku ... berada dimana?
Menjadi abu dalam peti kesombongan
Apa mungkin? 
Atau ini hanya bayang
Dari keajaiban yang sesumbar ...

  Muak?! 
Wajar saja!
Empati, kini jadi noda
Dan hanya jadi sarapan empuk 
Bagi para pengecut-pengecut
Yang bertopeng kejujuran
Bingung?!
Silahkan!
Kita takkan pernah tahu
Kenapa mereka mengalihkan pandangannya
Berjingkrak-jingkrak saat kita jatuh
Seolah kakinya baaj, tubuhnya tak ada renta
Matipun mereka tak peduli

Pasrah?!
Jangan!
Masih banyak ruang-ruang
Yang hanya bisa diisi oleh keadaran,
Tubuh kecil yang tergeletak beku
Di ujung jalan pengharapan itu
Perlu diangkat,...
Bawa dia kembali pada kenyataan!
Tanpa bifurkasi yang berkepanjangan!
Dan meski mati yang sesungguhnya mati
Mungkin itu satu cara untuk bercermin pada 
Kehidupan yang sebenarnya ...





  Desember 2006



Posted on 11:06 AM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »
“SUATU RENUNGAN DI SORE YANG KEJAM”


Yang Sebenarnya bukanlah Yang Sebenarnya
Sama halnya seperti
Kebenaran bukanlah Kebenaran

Yang sebenarnya kebenaran adalah …
Saat sesuatu yang diyakini ‘benar’
Tiba-tiba menjadi tak berarti apa-apa

Tak ada hitam atau putih
Yang ada hanya Abu-abu …

Berbaur dalam satu ‘kesamaan’ 
Yang tak bisa disamakan
Ataupun dibanding-bandingkan ...

Hanya satu yang pasti
Yaitu
‘KetidakPastian ....’





18.12.2006



Posted on 10:40 AM by Me VS Myself and filed under | 0 Comments »